Friday, June 20, 2014

Desa Penglipuran


Pintu masuk desa penglipuran

Desa Penglipuran berada diketinggian 700 meter di atas permukaan laut, terletak di Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Desa Penglipuran merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang ada di Bali.

Desa Penglipuran memiliki ciri khas tersendiri denganbentuk arsitektur bangunan rumah tradisional yang serupa dan tersusun rapimulai dari ujung utama desa sampai bagian hilir desa. Posisi daerah utama letaknya lebih tinggi dan semakin menurun sampai kedaerah hilir. Pintu gerbang khas Bali (angkul-angkul) yang merupakan akses menuju rumah penduduk yang berada setiap pekarangan terlihat seragam, saling berhadapan dan dipisahkan dengan jalan utama desa menambah keteraturan letak bangunan Desa Penglipuran. Penataan fisik dan struktur desa ini tidak terlepas dari budaya masyarakatnya yang sudah diwariskan secara turun temurun dan tetap menganut falsafah Tri Hita Karana. Sebuah falsafah dalam agama Hindu yang selalu menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Tuhan.

Desa Penglipuran saat ini semakin populer sebagai alternatif tujuan wisata konvensional. Banyak wisatawan lokal dan mancanegara datang kesini untuk melihat dan menikmati suasana desa yang masih asri, baik dari kalangan biasa, ilmuwan maupun mahasiswa yang tertarik untuk melakukan penelitian di Desa ini.

Awal mula keberadaan Desa Penglipuran sudah ada sejak dahulu, konon pada zaman Kerajaan Bangli. Para leluhur penduduk desa ini datang dari Desa Bayung Gede dan menetap sampai sekarang, sementara nama “Penglipuran” sendiri berasal dari kata Pengeling Pura yang mempunyai makna tempat suci untuk mengenang para leluhur.

Tembok pembatas rumah di desa penglipuran
Masyarakat Desa Penglipuran mayoritas penduduknya adalah sebagai petani. Desa ini mendapatkan penghargaan Kalpataru dan ditetapkan sebagai desa wisata oleh pemerintah daerah pada tahun 1995.

Jarak tempuh kelokasi kira-kira 120 menit dari Bandara Ngurah Rai dan lebih kurang 60 menit perjalanan dari Denpasar bila menggunakan kendaraan bermotor. 

Untuk menunjang kepariwisataan terdapat fasilitas parkir yang cukup luas di samping Desa Penglipuran.

Bali menyimpan sejuta pesona mulai dari keadaan alam, adat istiadat sampai budaya, bila anda berkunjung ke Bali dan ingin menikmati suasana Desa yang masih asri dan tetap memegang tradisi datanglah ke Desa Penglipuran ini.





Pintu masuk di salah satu rumah warga di desa penglipuran
Mungkin tidak semua orang yang mengenal Pulau Bali sebagai salah satu tujuan wisata akan mengira Bali memiliki sebuah objek wisata yang berbeda seperti objek agrowisata hutan bambu di Desa Penglipuran, Bangli. Bagi wisatawan yang acap kali menikmati keindahan panorama Pulau Bali, akan mendapatkan pengalaman dalam nuansa yang berbeda jika anda merencanakan tour ke Bali dan singgah ke hutan bambu Penglipuran ini. Desa Pengelipuran selain memiliki daya pesona budaya yakni keunikan rumah warganya, juga memiliki daya tarik wisata yakni hamparan hutan bambu yang luasnya mencapai lebih dari 75 hektar. Hutan ini selain dimiliki warga desa adat juga menjadi salah satu objek wisata yang acapkali dikunjungi wisatawan baik yang ingin menyaksikan berbagai jenis bambu, maupun mereka yang hanya ingin sekedar menikmati suasana di tengah hutan bambu.
Sebagai salah satu objek wisata yang memiliki prospek, Pemkab Bangli sejak awal mengembangkan Desa Penglipuran sebagai desa wisata dengan cara membangun sarana pendukung di sekitar hutan bambu ini. Meski kini keberadaannya perlu ditingkatkan, namun paling tidak wisatawan yang ingin berkunjung ke hutan bambu telah bisa melewati jalan setapak yang beraspal. Maklum areal hutan bambu ini merupakan areal jalan desa yang menghubungkan Penglipuran dengan desa-desa tetangganya. “Selain itu ruas jalan ini juga sengaja dibuat untuk mempermudah akses warga yang ingin panen bambu,” ucap Santika, salah seorang warga Desa Penglipuran.
Suasana sunyi di tengah hutan, selain akan memberikan suasana tersendiri bagi wisatawan, juga akan makin mendekatkan wisatawan akan keindahan alam yang ada di hutan bambu Desa Penglipuran. Usai menikmati keindahan hutan bambu, wisatawan juga bisa menyaksikan perkebunan penduduk serta aktivitas pembuatan aneka bentuk anyaman bambu yang dikerjakan oleh warga Penglipuran. Kondisi ini tentunya akan menambah pengalaman wisatawan.Pesona dan nuansa hutan bambu Penglipuran akan memberikan pengalaman dari sisi yang sangat berbeda untuk anda nikmati.

Hutan bambu di desa penglipuran

Denah desa penglipuran


Sumber :

Tex :

http://www.wisatadewata.com/article/wisata/desa-penglipuran
http://jagatbali.com/in/attractive-places/hutan-bambu-penglipuran-bangli.html

Gambar :
Sendiri

Pura Kehen



Siapa yang ingin atau berencana untuk pergi ke tempat wisata Penglipuran di Bangli? Jika Anda termasuk yang telah merencanakan untuk berwisata ke Penglipuran, Anda juga bisa melihat tempat wisata Pura Kehen. Letaknya tidak jauh dari Desa Penglipuran. Pura Kehen merupakan salah satu tempat wisata favorit bagi wisatawan asing, banyak turis-turis yang menanyakan dimana tempat Pura Kehen, bagaimana caranya untuk kesana. Saya sendiri sudah pernah kesana, setelah ke Desa Penglipuran saya langsung menuju Pura Kehen. Berikut penjelasan Pura Kehen yang saya ambil dari http://sekalaniskala.wordpress.com




Pura Kehen yang terletak di Desa Cempaga, Bangli, memiliki banyak keunikan. Selain letaknya yang strategis, pada pintu masuk pura tidak
menggunakan Candi Bentar seperti pada Pura Kahyangan Jagat umumnya. Pintu masuk Pura Kehen memang agak berbeda, yakni menggunakan Candi Kurung. Di samping itu, keberadaan Bale Kulkul pada batang pohon Beringin turut memberi warna lain bagi Pura Kehen yang menjadi salah satu objek pariwisata unggulan Kota Bangli.

Meski telah ditemukan tiga prasasti tentang Pura Kehen, namun belum dapat dipastikan kapan sejatinya pura tersebut didirikan, dan apa yang menjadi asal-usul nama Kehen itu sendiri. Berdasarkan prasasti ketiga yang berangka tahun 1204 Masehi disebutkan beberapa pura yang mempunyai hubungan kesatuan meliputi Pura Hyang Hatu, Hyang Kedaton, Hyang Daha Bangli, Hyang Pande, Hyang Wukir, Hyang Tegal, Hyang Waringin, Hyang Pahumbukan, Hyang Buhitan, Hyang Peken Lor, Hyang Peken Kidul dan Hyang Kehen.
Kehen sendiri diperkirakan berasal dari kata keren (tempat api), bila dihubungkan dengan prasasti pertama yang berbahasa Sansekerta– namun tidak berangka tahun—di mana di dalamnya menyebutkan kata-kata Hyang Api, Hyang Karinama, Hyang Tanda serta nama-nama biksu.

Jro Pasek Pura Kehen sebagai salah satu Dangka di Pura Kehen mengaku belum begitu banyak mengetahui terkait sejarah Pura Kehen, terlebih Jro Pasek yang masih berusia 23 tahun ini baru satu setengah tahun menjadi Jero Mangku di Pura Kehen. Meski belum mengetahui terkait sejarah Pura Kehen, namun keunikan atau kejadian mistis yang pernah terjadi di Kehen pernah didengarnya dari cerita orangtua. Seperti halnya munculnya ula (ular) duwe pada tahun 1960 pagi, saat itu masyarakat setempat yang baru saja selesai menyapu di jaba pura menyaksikan secara langsung munculnya ular duwe tersebut.
Selain itu, masyarakat setempat sangat percaya jika patahnya pohon beringin yang terdapat di pura sebagai pertanda grubug (musibah). Hal tersebut disimpulkan dari kejadian-kejadian yang pernah terjadi secara turun temurun.

Tidak hanya itu, letak bagian yang patah juga diyakini sebagai pertanda musibah tersebut akan melanda orang tertentu. Misalnya pada saat raja Bangli meninggal dunia, dahan pohon beringin yang letaknya di Kaja Kangin (Utara-Timur) patah. Kemudian jika ada pendeta yang meninggal, maka dahan pohon beringin sebelah Kaja Kauh (Barat Daya) patah. Sedangkan jika bagian yang patah letaknya Kelod Kangin (Timur Lau) dan Kelod Kauh (Tenggara) maka diyakini akan ada musibah yang menimpa masyarakat.
Terkait upacara, karya di Pura Kehen Bangli berlangsung setiap enam bulan sekali tepatnya pada Hari Raya Pagerwesi yakni setiap Buda Kliwon Wuku Sinta. Namun, upacara besarnya yaitu Ngusaba Dewa atau biasa disebut Karya Agung Bhatara Turun Kabeh berlangsung setiap tiga tahun sekali, tepatnya Purnama Kalima, Saniscara Pon Wuku Sinta. Selain itu, upacara kecil seperti Saraswati, Ulian Sugimanik, Purnama, Tilem, Kajeng Kliwon serta Buda Kliwon juga dilangsungkan di Pura Kehen.

Sebagai Pura Kahyangan Jagat, setiap upacara yang dilaksanakan di Pura Kehen, desa yang tergabung dalam Gebog (tatanan masyarakat) Domas (800) dan Bebanuan Pura Kehen memiliki peran masing-masing, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan. Dalam hal wewangunan misalnya, Banjar Kawan bertanggung jawab untuk membangun warung matanding, Banjar Tegal membuat Penyawang, Sanggar Tawang Tutuan, Bale Gading dan Bale Timbang. Banjar Pekuwon membangun warung pamuspaan, Banjar Pule membangun warung ilen-ilen, Banjar Blungbang membangun warung mejahitan. Untuk Banjar Gunaksa dan Sidembunut bertugas membangun linggih bhatara Perampean, Banjar Kubu membangun linggih bhatara Melasti, tutuan, panggungan dan pawedaan. Banjar Geria membangun sanggar agung peselang, sanggar agung pemalik sumpahan. Banjar Bebalang membangung Bale Perayungan dan Banjar Nyalian membangun warung peratengan.

Pembagian tugas tersebut dilakukan berdasarkan dresta dan sukat yang telah dilaksankan dari tahun-ketahun dan tidak akan pernah diubah atau ditukar-tukar. Selain sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tugas masing-masing, juga memunculkan semangat kebersamaan dan saling memiliki terhadap karya yang berlangsung di Pura Kehen.
Pemangku di Pura Kehen berjumlah 33 orang yang terbagi atas dua golongan, yakni Dangka dan Pemaksan. Dangka terdiri dari 16 orang pemangku yang bertugas sebagai pangempon khusus perampean atau pelinggih-pelinggih di jeroan. Sedangkan Pemaksan yang terdiri dari 17 orang bertugas sebagai pembantu Dangka.

Sumber : http://sekalaniskala.wordpress.com